Friday, January 29, 2016

Pengkodean KOMUNIKASI DATA : POLAR, UNIPOLAR, BIPOLAR, Mancaster

KODE DALAM SISTEM KOMUNIKASI DATA
               Dalam sistem komunikasi data yang dikirimkan sering mengalami 3 hal, yaitu data yang dikirim tidak sampai atau hilang pada saluran, data yang dikirim dapat diterima dengan baik dan kemungkinan ke tiga data diterima tetapi data rusak atau error. Untuk mengantisipasi kejadian yang ke tiga yaitu data dalam
kondisi error maka diterapkan pengkodean terhadap pengiriman data. Oleh karena data yang dikirimkan adalah dalam bentuk sinyal digital maka untuk pengkodean data yang dikirimkan dilakukan dengan membentuk pola data dengan metode tertentu. Tujuan dari pengkodean terhadap pesan atau yang dikirimkan adalah untuk menjamin bahwa pada akhirnya pesan dapat diterima sesuai dengan pesan yang dikirimkan oleh pengirim baik dari sisi reliabilitas maupun dari integritas data.
                 Sinyal digital tersusun dari sederetan bit biner dan setiap bit memiliki 2(dua) kondisi yaitu logika 0, sebagai contoh untuk merepresentasikan angka 185 desimal maka secara biner akan tersusun 1011 1001 dan untuk merepresentasikan angka 202 desimal maka secara biner akan tersusun 1100 1010.Bentuk
kode biner 1 dan 0 tersebut pada saat dikirimkan melalui media transmisi diubah menjadi format sinyal digital secara serial, kode yang digunakan untuk membentuk data tersebut dikenal dengan istilahi line-code.


  1. Unipolar Line Coding

Kode ini menggunakan hanya satu non-zero dan satu zero level tegangan, yaitu untuk logika 0 memiliki level zero dan untuk logika 1 memiliki level non-zero. Implementasi unipolar line codingmerupakan pengkodean sederhana, akan tetapi terdapat dua permasalahan utama yaitu akan muncul komponen DC dan tidak adanya sikronisasi untuk sekuensial data panjang baik untuk logika 1 atau 0. Secara diagram pulsa ditunjukan pada gambar berikut :
Unipolar Line Coding
Unipolar

     2.  Polar Line Coding

Kode ini menggunakan dua buah level tegangan untuk non-zero guna merepresentasikan kedua level data, yaitu satu positip dan satu negatip. Permasalahan yang muncul adalah adanya tegangan DC pada jalur komunikasi, untuk pengkodean polar terdapat 4 macam jenis kode polar seperti ditunjukan pada gambar berikut :
Polar Line Coding
Polar


  • Non Return to Zero (NRZ)

Terdapat dua jenis kode NRZ yang meliputi :
•   Level-NRZ, level sinyal merupakan representasi dari bit, yaitu untuk logika 0 dinyatakan dalam tegangan positip dan untuk logika 1 dinyatakan dalam tegangan negatip. Kelemahan kode ini memiliki sinkronisasi rendah untuk serial data yang panjang baik untuk logika 1 dan 0.
•    Invers-NRZ, merupakan kode dengan ciri invers level tegangan merupakan nilai bit berlogika 1 dan tidak ada tegangan merupakan nilai bit berlogika 0. Untuk logika 1 dalam sederetan data memungkinkan adanya sinkronisasi, walaupun demikian untuk sekuensial yang panjang untuk data berlogika 0 tetap terdapat permasalahan.
Berdasarkan diagram pulsa di atas ternyata untuk pengkodean dengan NRZ-I masih lebih baik dibanding pengkodean dengan NRZ-L, walupun demikian keduanya tetap tidak memberikan sinkronisasi yang lengkap. Oleh sebab itu penerapan kode ini dapat memberikan sinkronisasi yang lengkap apabila setiap untuk setiap bit terjadi perubahan sinyal.
Non Return to Zero (NRZ)
NRZ


  •  Return to Zero (RZ)

Kode RZ level sinyal merupakan representasi dari bit, yaitu untuk logika 0 dinyatakan dalam tegangan negatip dan untuk logika 1 dinyatakan dalam tegangan positip, dan sinyal harus kembali zero untuk separuh sinyal berdasarkan interval dari setiap bit, artinya bila waktu untuk satu bit bik logika 1 atau logika 0 sama dengan 1 detik maka pernyataan logika 1 dengan level tegangan positip adalah 0,5 detik dan 0,5 detik berikutnya level tegangan kembali ke nol volt (zero). Demikian juga untuk pernyataan logika 0 level tegangan negatip adalah 0,5 detik dan 0,5 detik berikutnya level tegangan kembali ke nol volt (zero).
Return to Zero (RZ)
RZ
Penggunaan kode ini memiliki sinkronisasi sempurna, untuk kode balik bit dilakukan dengan perubahan 2 sinyal, kecepatan pulsa adalah 2x kecepatan kode NRZ dan diperlukan bandwidth sekuensial bit yang lebih lebar.Sebagai awal sebuah bit data dapat digunakan level non-zero.


  •  Manchester

Pada kode Manchester terjadi inversi level sinyal pada saat sinyal bit berada di tengah interval, kondisi ini digunakan untuk dua hal yaitu sinkronisasi dan bit representasi. Kondisi logika 0 merupakan representasi sinyal transisi dari positip ke negatip dan kondisi logika 1 merupakan representasi sinyal transisi dari negatip ke positip serta memiliki kesempurnaa sinkronisasi. Selalu terjadi transisi pada setiap tengah (middle) bit, dan kemungkinan satu transisi pada akhir setiap bit. Baik untuk sekuensial bit bergantian (10101), tetapi terjadi
15
pemborosan bandwidth untuk kondisi jalur berlogika 1 atau berlogika 0 untuk waktu yang panjang, kodedigunakan untuk IEEE 802.3 (Ethernet)


  •  Diferensial Manchester

Pada kode Diferensial Manchester inversi level sinyal pada saat berada di tengah interval sinyal bit digunakan untuk sinkronisasi, ada dan tidaknya tambahan transisi pada awal interval bit berikutnya merupakan identifikasi bit, dimana logika 0 jika terjadi transisi dan logika 1 jika tidak ada transisi, memiliki kesempurnaan sinkronisasi. Baik untuk jalur berlogika 1 pada waktu yang panjang, tetapi terjadi pemborosan bandwidth untuk kondisi jalur berlogika 0 untuk waktu yang panjang, kodedigunakan untuk IEEE 802.5 (Token Ring).
Differensial Mancaster
Diff. Mancaster

Gambar diatas menunjukan contoh format pengkodean bit biner data ke dalam metode pengkodean dalam bentuk diagram pulsa, yaitu pengkodean biner ke unpolar NRZ (Non Return Zero), biner ke format polar NRZ, dari biner ke unipolar RZ (Return Zero), dari biner dikodekan ke bipolar RZ (Return Zero) dan dari biner ke kode manchester.


     3.   Bipolar Line Coding

Kode bipolar menggunakan dua level tegangan yaitu non-zero dan zero guna menunjukan level dua jenis data, yaitu untuk logika 0 ditunjukan dengan level nol, untuk logika 1 ditunjukan dengan pergantian level tegangan positip dan negatip, jika bit pertama berlogika 1 maka akan ditunjukan dengan amplitudo positip, bit kedua akan ditunjukan dengan amplitudo negatip, bit ketiga akan ditunjukan dengan amplitudo positip dan seterusnya.
Bipolar Line Coding
Bipolar
Dalam menggunakan jalur saat melakukan pengiriman data membutuhkan lebih sedikit bandwidth dibanding dengan kode Manchester untuk sekuensial bit logika 0 aau logika 1, kemungkinan terjadi kehilangan sinkronisasi untuk kondisi jalur berlogika 0.

     4.    Pengkodean 2B1Q

Pengkodean dengan cara ini adalah dengan melakukan pengkodean 2 (dua) biner untuk dijadikan 1 (satu) kuarter, pola data yang terdiri dari 2 bit dikodekan menjadi sebuah elemen sinyal yang merupakan bagian dari sinyal berlevel empat. Sedangkan data dikirim dengan kecepatan 2 (dua) kali lebih cepat dibanding dengan pengkodean NRZ-L, dan pada bagian penerima memiliki empat threshold untuk melayani penerimaan data terkirim.
> Jika level sebelumnya adalah positip maka untuk nilai bit berikutnya 00 levelnya adalah +1, untuk bit 01 levelnya adalah +3, bit 10 levelnya adalah -1 dan bit 11 levelnya adalah -3.
> Jika level sebelumnya adalah negatip maka untuk nilai bit berikutnya 00 levelnya adalah -1, untuk bit 01 levelnya adalah -3, bit 10 levelnya adalah +1 dan bit 11 levelnya adalah +3.
Konversi positip dan negatip dapat digambarkan diagram pulsanya sebagai berikut :
Pengkodean 2B1Q
Pengkodean 2B1Q

      5.   Kode Blok (Block Coding)

Tidak seperti kode jalur yang dijelaskan di atas, untuk kode blok ini beroperasi pada sebuah formasi stream bit informasi. Berikut beberapa hal terkait dengan kode blok yang beroperasi berdasarkan formasi blok bit informasi.
-  Bit redundan ditambahkan ke setiap blok informasi, hal ini dilakukan untuk memberikan kepastian     sinkronisasi dan pendeteksian kesalahan (error).
- Setiap 4 bit data dikodekan menjadi kode 5-bit.
- Kode 5-bit normalnya digunakan untuk penggunaan kode invers NRZ.
- Pemilihan kode 5-bit seperti halnya setiap kode berisi tidak lebih satu bit 0 sebagai bit awal dan tidak ada lagi lebih dari dua buah logika 0.

    Oleh karena itu, ketika kode 5-bit dikirim secara sekuensial maka tidak akan terlihat tiga buah bit berlogika 0 lagi.Kode 4B/5B digunakan pada sistem komunikasi dengan media transmisi fiber optik (FDDI).
Tabel 4 bit 5 bit
Tabel 1.1. Konversi Data 4B/5B

         6.    Kode ASCII

Sebuah standar Amerika untuk menunjuk sebuah karakter diberi namaAmerican Standard Code for Information Interchange (ASCII), standar ini dapat digunakan untuk membuat kode sejumlah 128 buah karakter. Kode ASCII pertama digunakan tahun 1963, karena ada penambahan kode beberapa karakter maka kode ini disempumakan pada tahun 1967.
Setiap kode ASCII dinyatakan dalam bilangan heksa, kode ini merupakan cikal bakal sistem komunikasi digital antar perangkat komputer dan merupakan sistem kode yang pertama kali digunakan dalam sistem komputerdan komunikasinya. Sampai saat ini setiap komputer yang diproduksi menggunakan kode ASCII, baik pada komputer personal, laptop maupun jenis komputerb lainnya.
 Kode ASCII
Tabel 1.2 merupakan sistem kode ASCII yang disusun secara matrik, bit ke 1 sampai bit ke 4 menunjukan kode belakang dan bit ke 5 sampai bit ke 7 menunjukan kode depan. Kode ASCII berdasarkan tabel 1.2 tersebut merupakan bilangan heksa desimal, jadi untuk karakter A (kapital) dari kolom menunjukan 100 berarti sama dengan 4 dan dari baris menunjukan 0001 yang berarti nilai 1 sehingga kode huruf A adalah 41 dalam bilangan heksa.
Misal ditanyakan berapa kode huruf b dalam heksa berdasarkan kode ASCII, maka jawabnya dilihat pada tabel 1.2 dari kolom = 110 dan dari baris diperoleh 0010 sehingga diperoleh kode 110 0010 = 62 dalam heksa.

Kode ASCII yang terdiri dari 7 bit akan memiliki pengkodean karakter sejumlah 27 = 128, yaitu mulai dari 000 0000 sampai dengan 111 1111. Pemanfaatan kode ASCII dalam transmisi data adalah dengan menambahkan 1(satu) bit lagi sehingga kode karakter menjadi 8 bit, fungsi dari bit ke delapan adalah untuk memberikan identitas paritas pada data terkirim.Penambahan satu bit pariti ini dapat dimanfaatkan untuk menguji apakah data berupa karakter terkirim dengan benar atau tidak, atau dengan kata lain berfungsi untuk deteksi kesalahan bit pada data berupa kode ASCII terkirim. Dalam menentukan paritas karakter dapat dipilih, yaitu menggunakan paritas genap (even parity)atau diinginkan menggunakan paritas ganjil (odd parity).

Bit pariti akan menjadi bit MSB kode ASCII, sehingga dengan penambahan 1 bit setiap karakter akan membentuk jumlah logika 1(satu) pada kode tersebut. Jika diharapkan kode dengan paritas ganjil maka jumlah logika 1(satu) harus ganjil, demikian juga jik diharapkan kode berparitas genap maka jumlah logika dalam kode tersebut berjumlah genap.

       7.   Blok Data 

Pengkodean untuk pengiriman data secara blok yang dilengkapi dengan paritas ganjil atau paritas genap merupakan cara pengujian lebih baik, karena satu blok data akan disertai dengan paritas yang diletakan pada akhir blok data. Untuk menguji data terkirim terjadi kesalahan bit (bit error) atau tidak bit paritas tersebutlah yang digunakan sebagai kunci uji untuk setiap karakter terkirim, dalam sistem transmisi data secara blok data artinya beberapa karakter terkumpul menjadi satu blok data maka bit paritas ini juga bisa dimanfaatkan.

Adapun penempatan bit paritas pada blok data adalah ditempatkan pada akhir sebuah blok, dengan demikian bit akhir dari blok data inilah yang disebut dengan block check character(BCC). Paritas dapat dibangkitkan melalui software atau melalui hardware, baik secara software maupun secara hardware memiliki metode logika yang sama. Berikut merupakan pembangkitan paritas menggunakan gerbang EXOR:
Blok Data
Blok Data


Berdasarkan gambar Diatas jika kode ASCII yang ingin dikirimkan memiliki logika bit 101 0010 maka akan didapatkan paritas sebagai berikut:
Bit-0 EXOR bit-1 = 1, bit-2 EXOR 1 = 1, bit-3 EXOR 1 = 1, bit-4 EXOR 1 = 0, bit-5 EXOR 0 = 0, bit-6 EXOR 0 = 1. Dengan demikian didapatkan paritas genap berlogika 1 dan paritas ganjil didapatkan logika 0. Kelemahan kode paritas ini adalah apabila terjadi kesalahan atau error pada 2 bit maka error tidak terdekteksi sebagai error, sebagai contoh data = 1010000 paritas genap digunakan sehingga data terkirim adalah 01010000. Ternyata pada penerima data terkirim menjadi 01010011, maka secara rumus paritas data adalah benar pada hal terdapat kesalahan pada bit 0 dan bit 1 yaitu berubah dari 00 menjadi 11. Dengan demikian erroratau kesalahan pada bit 0 dan bit 1 tidak terdeteksi, perbaikan dari sistem ini adalah dengan mengirimkan data bukan perkarakter tetapi melalui blok data. Misalkan dalam satu blok data disusun dari 7 buah karakter, dan isi data berupa pesan berbunyi “selamat” maka paritas dapat dicari dengan cara sebagai berikut :
          Dari blok data yang terbentuk dari pesan selamat dicari kode ASCII setiap karakter, kemudian dicari paritasnya dalam kode ini diambil paritas genap dan dituliskan pada bit-7. Setelah ditemukan semua paritas dari setiap karakter pembentuk pesan dan dituliskan pada bit-7, maka langkah selanjutnya adalah mencari paritas dari setiap kolom mulai bit-0 sampai bit-7 dan dituliskan secara mendatar pada baris BCC. Adapun fungsi dari paritas pada bit-7 adalah sebagai kunci uji data untuk mencari error setiap karakter secara horisontal, istilah deteksi error secara horizontal adalahlongitudinal redundancy check (LRC). Sedang fungsi paritas pada BCC sebagai baris penutup blok data difungsikan sebagai deteksi error secara vertikal, istilah deteksi vertikal adalah vertical redundancy check (VRC). Dari kedua paritas inilah terbentuk model matrik deteksi error yaitu kombinasi dari deteksi LRC dan deteksi VRC.

         8.   Kode Humming 

Kerusakan data atau kesalahan data yang diterima oleh terminal penerima dalam sistem komunikasi data sering terjadi, hal yang mendasar sebagai penyebab adalah adanya interferensi sinyal luar yang masuk ke dalam jalur komunikasi, koneksi kawat penghubung, terminal, konektor pada layer terendah yang kurang baik. Hal tersebut menyebabkan sinyal gangguan (noise), sebagai akibat gangguan tersebut muncul permasalahan pada data yang diterima oleh penerima berupa data error.
Terlebih pada transmisi data serial dengan kecepatan tinggi dan kualitas jalur transmisi yang rendah kesalahan (error) sangat mungkin terjadi, ukuran banyaknya bit error dalam blok data disebut sebagai bit error rate (BER}.Terdapat toleransi kesalahan bit dalam sistem transmisi data, dan batasan nilai BERdalam satu kelompok data 105 bit. Dalam penanganan kesalahan (error handling) bit terkirim tahapan utama dalam penerimaan data adalah deteksi kesalahan bit terkirim, selanjutnya dilakukan koreksi terhadap kesalahan (error). Perbaikan data bisa dilakukan oleh penerima atau pengirim melalui permintaan pengiriman ulang data, permintaan ini melalui sinyal NAK dari penerima ke pengirim. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa proses deteksi kesalahan melalui bit yang ditambahkan (redundant bit) ke dalam data, dengan metode pengkodean tersebut dapat ditentukan kesalahan bitnya. Sistem pengkodean yang lain yang dapat digunakan dalam komunikasi data adalah kode Hamming. Konsep penerapan kode Hamming adalah dengan menggunakan bit paritas untuk disisipkan pada posisi tertentu dalam blok data, dengan demikian memungkinkan untuk dapat digunakan dalam pemeriksaan kesalahan dalam blok data. Aturan untuk menyatakan bit Hamming adalah melalui pendekatan 2n, nilai n dan n adalah bilangan bulat positif, cara untuk menentukan bit Hamming adalah sebagai berikut:
  • Data = 1011 → penyisipan bit Hamming adalah 101x1xx
  • Nilai x dapat dipilih 1 atau 0 dan disisipkan pada data
  • Menentukan jumlah modulo-2 bit-1 agar data berparitas genap. Bit ke- 7 6 5 4 3 2 1 Data 1 0 1 x 1 x x        Langkah selanjutnya adalah menentukan bit-Hamming yang harus disisipkan ke dalam bit-bit data, dalam      hal ini semua bit yang ditandai dengan hurf x adalah tempat posisi bit Humming yang seharus disisipkan.          Dengan demikian data yang semula terdiri dari 4 bit data maka pada akhirnya jumlah bit adalah 7 bit.
  • Tabel penentuan bit-Hamming

Sumber : Elektronik Book Komunikasi data

No comments:

Post a Comment